In Allah We Trust :)


Andiana Moedasir ~ Serakan Ingatan di Batas Cakrawala

حسبن الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير

 Cukuplah Allah sebagai penolong dan Allahlah sebaik-baiknya penolong.

✔ Rabbighfirlii (Tuhanku, ampuni aku)
✔ Warhamnii (Rahmati aku)
✔ Wajburnii (Tutuplah aib-aibku)
✔ Warfa’nii (Angkatlah derajatku)
✔ Warzuqnii (Berilah aku rezeki)
✔ Wahdinii (Berilah aku petunjuk)
✔ Wa’Aafinii (Sehatkan aku)
✔ Wa’fuannii (Maafkan aku)

View original post

WordPress emoticon


Abis jalan-jalan ke blog orang, terus penasaran sama emoteyang ada. Biasanya cuma smile ( 🙂 ), sad ( 😦 ), wink ( 😉 ), atau grin ( 😀 ). Makanya gue nyobacopy tuhemote.Kali aja ternyata bisa. 😀

tes: ➡

:mrgreen:

😯

😈

😳

Hore bisa!*norak mode:on* 😆

My 2021 – life like roller coaster


Ola!

Selamat Tahun Baru 2022!

Whuaaa… blog ini sangat penuh sarang laba-laba. Lama tak update. Banyak yang terendap di draft. Mari mulai kembali menulis blog lagi tahun ini. Kembali belajar menyalurkan emosi di blog lagi. Selain menyalurkan emosi di tempat lain, tentunya kali ini sudah belajar menyalurkan emosi dengan aman.

2021 baru aja berlalu….

Kenapa dikasih judul itu?

Sungguh seperti roller coaster sih, naik turun. Terutama emosi, hati, pikiran, dan fisik. Eh fisik mungkin masih lebih banyak di rumah sih ya. Tapi memang semenjak pandemi di 2020 itu, segala kehidupan seperti roller coaster. Tak tertebak, segala rencana bisa aja sekadar rencana.

Awal 2021 diawali dengan berita bahagia, adik satu-satunya menikah. Tanggalnya pun sama seperti tanggal pernikahan Nyokap Bokap. Alhamdulillah ya, masih situasi pandemi. Jadi terbatas. Segala pertanyaan standar tak ada yang mencetuskan, mungkin ga enak sama gue. Tapi ya udah belajar masa bodo dan sudah menyiapkan jawaban juga. Ditodong pertanyaan kapan? Ya todong balik. Hahahaha. Kali ini jawabannya adalah, “doakan saja ya. Atau ada yang mau dikenalin? Boleh kok. Kan kenalan dulu aja, gapapa. Selow kok aku mah.”

Jawaban itu juga berlaku ketika nikahan adik sepupu di akhir tahun 2021, di bulan November. Ada istrinya kakak sepupu yang menanyakan, dijawab gitu, lah kok malah dibilang nanti kalo dikenalin ga cocok, dll. Mba, kan belum dikenalin yak. Makanya tak usah nanya macam netijen. 😆

April-Mei.

Bulan Roller Coaster bagi spiritualitas. Ku bergabung ke satu kelompok yang merasa punya kecocokan. Tapi ternyata roller coaster, masuk ke satu dunia yang aku bingung, merasa deg2an, mikir lagi dan lainnya. Walau akhirnya menjelang akhir Ramadhan akhirnya ku keluar. Tapi ga menyesal juga sih sempat bergabung ke situ. Jadi tau sisi lain. Ku mendapat keluarga baru. Walau ya namanya juga keluarga ya, pasti ada yang ga cocok. Bersepakat untuk ga sepakat. Ku keluar dan berpisah dengan mereka, tapi masih ada di media sosial. Boleh ga sepakat, ya asal ga saling mengganggu dan membuat konflik ya. Ku tetap mendoakan kalian yang baik kok. Ku tetap sayang kalian dengan seizinNya. Peluk kalian semua dengan kasih sayangNya.

Pertengahan Tahun. Roller coaster yang turun lagi. Merasa berada di bawah sih ini kalo versi roller coaster. Setelah April itu mulai turun. PPKM tingkat 3-4, rumah sakit hampir collaps, kasus covid-19 meningkat sangat tajam. Banyak orang kehilangan keluarga akibat covid-19, keluarga ku pun mengalaminya. Dua orang keluarga meninggal akibat covid-19. Adik terkena covid, di saat yang bersamaan banyak keluarga yang terkena juga. Pas baru sekitar seminggu isoman, dapat kabar salah satu om dan tante terkena. Om butuh masuk RS. Nyari ambulance susah. Bantu telp buat nyari ambulance, kerahkan segala kenalan buat mencari bantuan dan mencari informasi. Tante yang masih positif pun terpaksa mendampingi ke RS. Akhirnya diterima di IGD, malamnya akhirnya masuk ke ICU, tapi Allah berkata lain, subuh Om berpulang. Ga lama Om berpulang, tante akhirnya masuk RS, itu pun dapat RS yang sudah di pinggiran. Bersyukur masih bisa masuk ke RS, dokternya udah panik katanya, nanya kok baru masuk, katanya telat dikit ya sudah lewat.

Om berpulang di awal Juli. Di akhir Juli atau awal Agustus gitu, salah satu tante pun berpulang karena covid. Sehari setelah Idul Adha. Itu katanya sehari sebelumnya sudah dibawa ke RS tapi pulang lagi, lupa detail ceritanya karena apa dipulangin lagi. Kalo ga salah itu pas Idul Adha. Besoknya udah ga bisa makan, siang makan udah ga masuk, sore baru dibawa ke RS, masih sulit cari RS juga. Akhirnya dapat RS, baru lah tes. Jam 11 malam hasil keluar, positif. Udah usaha perawatan di IGD, Allah pun memanggilnya di paginya.

Tante ini sempat hadir di nikahan adik yang di Februari. Alhamdulillah ya masih sempat kumpul keluarga besar, 9 kakak beradik dari keluarga Bokap lengkap.

Juli itu bareng beberapa keluarga baru itu membentuk satu komunitas lintas agama, Sawiji Cahyaning Gusti. Saling mengingatkan untuk mendekat kepadaNya. Saling bertoleransi antar agama. Ini juga penuh roller coaster. Seperti Iman yang naik turun. Tapi berusaha saling mengingatkan agar ga selalu ada di bawah. Kalau ada satu yang turun, satu tarik juga naik. Ku sayang kalian semua keluarga SaCaTi-ku. Terima kasih telah menemani dalam setiap prosesku dan ga meninggalkan ku pas lagi turun yaaa…. Drama-drama pasti ada, tapi semoga tetap saling merangkul yaaa…. Sehat-sehat selalu kaliaannn….

November bulan yang padat merayap. Akhir Pekan selalu full di studio, ikut bantuin Rangkaian Festival Dongeng Indonesia. November bulan senang-senang. Walau badan letih sih. Berasa lama bulan November tuh.

Tapi di November akhirnya ku nonton konser Kang Hedi lagi. Terima kasih ya, Kang. Sungguh Pagelaran #3553 itu kece dengan persiapan yang singkat. Setelah 2 tahun ga nonton Kang Hedi live lagi, akhirnya di November ku bisa nonton 2 kali. Satu di konser, satu lagi di nikahan adik sepupu. Alhamdulillah.

Oh iya, di 2021 itu juga sebagai ajang ku healing menghadapi satu trauma. Healing menghadapi orang itu sih. Mungkin pernah ku tulis di tahun 2018 itu. Terima kasih kepadaNya, Alhamdulillah 2 kali ditugaskan ke luar kota bareng orang itu, akhirnya ku udah membaik. Udah bisa bersikap biasa aja.

Terima kasih 2021 yang sangat penuh warna. Terima kasih buat keluarga, teman-teman, dan orang-orang yang telah ketemu di 2021 dengan perannya masing-masing untuk membantuku berproses dan belajar. Terima kasih buat semua yang sudah menjadi teman belajarku dan menemaniku berproses.

Semoga di 2022 ini, yang juga ku memasuki usia 33 di tahun ini, ku tak kembali remedial dengan hal-hal sebelumnya. Semoga segala rencana, doa, dan harapan ku direstui olehNya. Semoga kita semua sehat selalu. Semoga kita aman nyaman dalam menjalani setiap proses kehidupan.

Love you all.

Yakin mau jadi PNS? – 2


Ola!

Sekian lama ga nulis, ini blog udah parah lah sarang laba-labanya. Hihi… Ide mah banyak, tapi ya gitu, masuk ke konsep aja. :mrgreen:

Sebenarnya udah pernah sih nulis topik ini tahun lalu. Belum baca? Ada disini.  Kenapa tahun ini tulis lagi? Pas banget udah tinggal 5 hari terakhir penutupan CPNS 2018 juga. Soalnya gue geregetan. Hampir setahun mengurus CPNS 2017, cukup melelahkan. Bikin geregetan dan emosi. Kelakuannya ada aja deh. Udah berusaha sebaik mungkin melayani, tetap saja masih kurang.

Dari beberapa CPNS yang diterima di kantor, lumayan banyak yang mengundurkan diri.  Sebenarnya yakin ga sih mau jadi PNS? Udah tau risikonya dari awal kan? 

Selain mengundurkan diri, terlalu banyak permohonan izin. Ga hanya itu, banyak pula permohonan penempatan. Bahkan PNS yang lama pun sampai bilang, ”CPNS sekarang terlalu dimanja! Apa-apa permohonannya diturutin sama pimpinan.”

Ya, namanya kebijakan pasti ada pengecualian. Izin itu kalau ada kebutuhan khusus aja. Latsar, banyak banget permohonan. Banyak juga permohonan izin. Ya menikah, ya melahirkan. Kalau melahirkan, wajar lah kalau izin. Kalau yang lain, masih bisa ditunda kan sebenarnya?

Kalau kalian di swasta, masih masa percobaan, emang boleh izin seenaknya kah? Udah dikasih izin 3 hari ya nawar. Untuk izin melahirkan, sebenarnya kalau dari aturan BKN, cpns memang belum boleh cuti. Tapi untuk alasan hak asasi manusia, dikasih izin. 

Kalau pas latsar dan diklat lainnya terus melahirkan gimana? Izinnya gimana? Nah ini, memang ada kebijakan izin boleh 2 bulan, tetapi pas saat yang sama ada diklat yang tidak bisa ditinggalkan. Sudah ada kebijakan disediakan ruangan untuk dia dan bayi, agar dapat tetap mendapat pelajaran, tetapi kembali menuntut. Serba salah.

Untuk para perempuan, itu memang pilihan sih. Buat perempuan yang sudah menikah atau akan menikah setahun ini, coba dipikirkan baik-baik, sudah siapkan dengan konsekuensinya? Setahun menjadi CPNS ya harus ikut latsar dan diklat lainnya. Berpisah sementara dari keluarga. Walau ya masing-masing kebijakan kementerian/lembaga pasti berbeda. Cuma pikirkan saja konsekuensinya. Cek lagi persyaratannya. 

Jangan sampai yang sudah ditandatangani di surat pernyataan sebelum mendaftar CPNS 2018 ini diingkari. Sudah ditandatangani materai juga kan?

Jangan sampai juga sudah diterima, sudah dapat NIP, terus dengan seenaknya mengundurkan diri. Dengan alasan entah diterima di BUMN lain, diterima di perusahaan swasta lain, dapat beasiswa di luar, gaji tidak sesuai ekspetasi, atau bahkan dengan alasan mencari yang lebih profesional.

Kalau memang ada niatan atau sedang proses mau ambil beasiswa di luar negeri, cek lagi aturan ASN. Kalau ga salah baru boleh ambil kuliah lagi alias tugas belajar itu 2 tahun setelah jadi PNS.

Intinya, LURUSKAN NIAT

Ciao!

Kenapa sih Gempa Lombok ga jadi Bencana Nasional?


Ola!

Inalillahiwainnailaihirojiun. Turut berduka cita atas bencana yang terjadi di Lombok selama hampir sebulan ini.

Sekian lama ga nulis, tapi kali ini gue merasa harus menyebarkan informasi ini. Jadinya tulisan ini ga nyangkut di draf aja. Hehe. Informasi ini adalah satu penjelasan yang sudah ditulis oleh salah satu Dosen pengajar gue di kampus ketika ambil Manajemen Bencana, yang juga sekaligus dosen pembimbing tesis gue, Bapak Sutopo Purwo Nugroho. Seseorang yang menginspirasi untuk gue secara pribadi sebagai mahasiswanya, yang gue yakin juga jauh lebih banyak orang lain yang terinspirasi oleh beliau atas semangatnya dalam memberikan informasi yang merupakan tugas beliau sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB. Seseorang survivor kanker paru2 yang tetap menjalankan tugas, mempertahankan semangat hidup dengan terus berobat. Semoga Pak Topo selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT.

Kenapa gue merasa harus menyebarkan informasi ini? Karena banyak informasi yang ga benar yang tersebar, seringkali hoax, yang malah meresahkan dan bikin panik masyarakat. Banyak orang yang menghujat kenapa ga dijadikan bencana nasional tanpa memikirkan aspek jauh ke depan. Kalau tidak salah ketika pak Topo bilang di salah satu twit-nya beberapa waktu lalu, ‘kalau apa2 dijadikan bencana nasional, kapan bangsa ini tangguh?’ Banyak yang ‘menghujat’ beliau.

Kemarin gempa yang besar terjadi lagi. Banyak yang menuntut untuk dijadikan status bencana ini sebagai bencana nasional. Bahkan sampai ada petisinya. Padahal sebenarnya walau tidak diberikan status itu, pemerintah pusat sudah menyokong dan membantu semaksimal mungkin. Seluruh kementerian dan instansi terkait yang terlibat sudah turun tangan membantu dan mengerjakan tugas dan fungsinya.

Penjelasan dari pak Topo di bawah ini mungkin dapat lebih dipahami.

POTENSI NASIONAL MASIH MAMPU MENGATASI BENCANA LOMBOK, TANPA HARUS MENYATAKAN BENCANA NASIONAL

Polemik terkait banyak pihak yang menginginkan status bencana gempa Lombok dinyatakan sebagai bencana nasional ramai dibicarakan di sosial media. Gempa besar beberapa kali terjadi menambah jumlah korban jiwa, kerusakan bangunan dan kerugian ekonomi.

Dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29/7/2018 yang kemudian disusul gempa 7 SR (5/8/2018), 6,5 SR (19/8/2019 siang) dan 6,9 SR (19/8/2018 malam) menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 7,7 trilyun.

Melihat dampak gempa Lombok tersebut lantas banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional. Wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh Gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh Bupati/Wali kota.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni:
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
5. dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Namun indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak.

Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. Luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke Perintah Pusat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya semua tugas Pemerintah Daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja.

Dengan adanya status bencana nasional maka terbukanya pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab bangsa Indonesua banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004.

Yang utama adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti. Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Perkuatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personil, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi.

Dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp 4 trilyun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang Pemerintah siap akan menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp 7 trilyun juga akan dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.

Bahkan Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penangan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat.

Presiden terus memantau perkembangan penanganan gempa Lombok. Bahkan Presiden telah hadir ke Lombok dan memberikan arahan penanganan bencana.

Banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Banyak pihak beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional. Tanpa ada status itu pun saat ini, sudah mengerahkan sumber daya nasional. Hampir semua. Kita kerahkan personil dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian lembaga terkait dan lainnya. Bantuan logistik dari BNPB, TNI, Polri dan lainnya. Rumah sakit lapangan dari Kementerian Kesehatan dan TNI. Santunan dan bantuan dari Kementerian Sosial. Sekolah darurat dari Kementerian PU Pera dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa. Dan lainya. Semua sudah mengerahkan sumber daya ke daerah. Jadi relevansi untuk status bencana nasional tidak relevan.

Dalam penanganan bencana, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah maka kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat hadir memberikan pendampingan atau perkuatan secara penuh.

Dalam prakteknya di dalam penanganan bencana-bencana besar di Indonesia, hampir semuanya berasal dari bantuan pemerintah pusat. Namun kendali dan tanggung jawab tetap ada di pemerintah daerah tanpa harus menetapkan status bencana nasional. Penanganan bencana seperti gempa Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010, banjir bandang Wasior 2010, banjir Jakarta 2013, banjir bandang Manado 2014, kebakaran hutan dan lahan 2015, erupsi Gunung Sinabung 2012 sampai sekarang, erupsi Gunung Kelud 2014, gempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya sebagian besar penanganan skala nasional dan bantuan dari pusat. Tanpa menetapkan status bencana nasional.

Memang, ada kecenderungan setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional. Ini disampaikan banyak pihak tanpa memahami aturan main dan konsekuensinya.

Jadi tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada msyarakat yang terdampak. Pemda tetap berdiri dan dapat menjalankan tugas melayani masyarakat. Pemerintah pusat pasti membantu. Skala penanganan sudah skala nasional. Potensi nasional masih mampu untuk menangani bencana gempa Lombok hingga pascabencana nantinya.

Mari kita bersatu. Bencana adalah urusan kemanusiaan. Singkirkan perbedaan ideologi, politik, agama, dan lainnya untuk membantu korban bencana. Masyarakat Lombok memerlukan bantuan kita bersama. Energi kita satukan untuk membantu masyarakat Lombok.

Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB

Ini ada infografisnya lagi. Mungkin bisa pada lebih paham.

Intinya, walau statusnya ga jadi bencana nasional, penanganannya sudah secara nasional. Ada yang komen terkait edaran kemendagri, yang himbauan kasih anggaran daerahnya untuk Lombok. Ya itu kan himbauan. Lagipula lebih gampang mindahin mata anggaran di dalam negeri kan? Risiko buat ekonomi lebih kecil. Kalo bencana nasional, nanti banyak hibah luar negeri yang masuk. Terus risiko lebih besar lah buat negara…. Lagipupa, masa kita ga mau bantu saudara sendiri sih?

Tidak ada yang mau terkena bencana. Tidak ada gempa juga yang dapat diprediksi. Gempa hanya dapat dilihat potensinya. Sebagai masyarakat yang hidup di Negeri cincin api, dua lempeng patahan, serta disebut sebagai laboratorium bencana, kita harus harmonis dengan bencana. Kita harus waspada serta siap siaga dalam menghadapi bencana….

Ciao!